Sejarawan Kuliner, Profesi Langka dengan Gaji Hingga Milyaran per Bulan
Oleh Admin, 11 Jan 2020
Apa menu sarapan Anda hari ini? Nasi goreng? Nasi kuning? Atau roti bakar srikaya? Lalu, mengapa tekstur tahu berbeda dari satu tempat ke tempat lainnya? Mengapa bir disajikan saat sarapan? Pernahkah tebersit di pikiran Anda tentang sejarah tiap penganan yang Anda nikmati saat ini?
Serentetan pertanyaan seperti itu membuat gelisah segelintir orang di muka bumi. Untuk menjawab kegelisahannya itu mereka lalu berkumpul, belajar, meneliti, dan menuliskannya. Karena ketekunannya itu, mereka muncul dengan keahlian yang sangat khusus, yaitu sebagai sejarawan kuliner. Para sejarawan kuliner mempelajari sejarah makanan dan minuman termasuk cara penyajiannya. Selain nilai kebudayaan, aspek-aspek yang ada di seputar makanan minuman itu juga dipelajari, yakni meliputi nilai-nilai sosiologis, geografis, ekonomi, hingga peristiwa politik di masa tersebut.
Contohnya Annie Gray. Sejarawan kuliner asal Inggris itu fokus meneliti kuliner di Inggris pada abad 17-19. Ia menempuh pendidikan formal dari jenjang S-1 hingga S-3 di bidang sejarah kuliner. Lewat penelitiannya, Annie mengungkap menu makanan dan tata cara penyajian makanan di atas kapal Titanic. Annie juga bisa mengungkap kebiasaan makan malam Natal dari masa Edward I sampai Edward VII dan seabrek penelitian yang ia tulis di berbagai jurnal. Karena keahliannya itu, Annie juga kerap tampil di televisi nasional dalam program acara yang membahas sejarah kuliner.
Profesi sejarawan kuliner juga populer di Amerika Serikat (AS). Besar pendapatan rata-rata seorang sejarawan kuliner di AS mencapai 26.000 dolar AS sampai 96.000 dolar AS atau sekitar Rp 312 juta-1,2 miliar per tahun. Untuk menjamin hak-hak profesinya, mereka mengorganisasikan diri dalam berbagai wadah.
Di Indonesia, tampaknya profesi sejarawan kuliner masih asing di telinga. Padahal, khazanah kuliner nusantara sangat beraneka ragam. Beberapa jenis kuliner nusantara itu bahkan telah diakui dunia internasional sebagai makanan terlezat di dunia. Namun, sangat sedikit orang yang tertarik meneliti khazanah kuliner ini secara serius.
Seperti dikutip dari lembaga kebudayaan betawi.com, sejarawan kuliner Betawai, Yahya Andi Saputra mengatakan bahwa banyak peneliti kuliner kita yang terpaksa putus di tengah jalan karena minimnya dana riset yang didapat. Disamping dana, hambatan lain yakni minimnya penguasaan bahasa Belanda di lingkungan peneliti kita. Maklum, banyak catatan sejarah nusantara yang ditulis oleh orang Belanda.
Dengan tantangan berat seperti yang diungkapkan Yahya, butuh cinta dan keberanian yang besar untuk menjadi seorang sejarawan kuliner. Namun justru dengan langkanya orang yang berprofesi ini, peluang Anda menjadi sejarawan ternama semakin terbuka lebar.
Artikel Terkait
Artikel Lainnya